Daftar Blog Saya

Minggu, 19 Februari 2017

Manifestasi Iman dalam Kecerdasa Intelektual, Emosional dan Spiritual

MANIFESTASI IMAN DALAM KECERDASAN
INTELEKTUAL, SPIRITUAL DAN EMOSIONAL
UTS ILMU KALAM




Hana Futari
(1112051100024)



KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seorang yang memiliki keimanan akan bertanggung jawab penuh atas kepercayaan yang dibebankan Tuhan kepadanya. Manusia mewarisi sifat-sifat Tuhan, dan dengannya manusia memiliki potensi untuk menjadi al-insanu al kamil (manusia sempurna).
Iman merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh setiap muslim sejati, karena dengan iman, hidup seseorang akan teratur, terarah dan terntram. Kita semua adalah pemain sandiwara. Main sandiwara jika dipimpin dengan iman dan takwa akan aman dan terpelihara. Artinya, manakala iman dan takwa telah menjadi jiwa yang bermain dalam sandiwara, pasti dunia aman. Kareana orang yang beriman punya tanggung jawab langsung kepada Allah dan punya kewajiban moril terhadap sesama manusia dan dunia seisinya.
Allah SWT berfirman:
“mereka itulah orang orang yang sebenarnya beriman, mereka mendapat pangkat yang tinggi dari Tuhannya, dan ampunan beserta rezeki yang mulia.
Iman ialah berikrar dengan lidah dan membenarkan dalam hati bahawa tiada tuhan yang layak di sembah melainkan Allah. Allah adalah esa dan Nabi Muhammad S.A.W adalah Rasulallah yang diutuskan kepada umat manusia untuk membawa pesan islam sebagai rahmat kepada sekalian alam semesta, dan beramal dengan anggota segala tuntutan-tuntutan iman dengan penuh keikhlasan dan pengharapan untuk mendapatkan keridhaan Allah S.W.T.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari Iman?
2.      Apakah yang dimaksud dengan kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spritual?
3.      Adakah hubungan antara keimanan dan kecerdasan IESQ?


C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “Manifestasi Iman dalam Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spritiual” yaitu untuk mengetahui bagaimanakah perwujudan iman dalam kecerdasan IESQ dan apa hubungan antara keimanan seseorang dengan kecerdasan IESQ nya.
Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini agar kita mengetahui apa hubungan keimanan dengan kecerdasan IESQ sehingga kita lebih berusaha untuk meningkatkan keimanan.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Iman
Iman menurut bahasa adalah “percaya”, yaitu mempercayai akan ke-Esaan Allah dengan segala sifat-sifat Nya yang sempurna. Agar memantapkan kepercayaan tersebut, perlu iman yang benar dan tauhid yang benar. Iman tidak hanya sekedar percaya saja, melainkan juga harus dibuktikan dengan amal perbuatan nyata. Misalnya, kepercayaan kepada Allah harus diikuti dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan dasar kecintaan.
Untuk cinta kepada Allah harus mengenalNya terlebih dahulu. “Tidak tahu maka tidak kenal, tidak kenal maka tidak cinta”. Rasulullah bersabda: “permulaan agama itu mengenal Allah”.
Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya, kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
B.     Tanda-tanda Beriman
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an ada beberapa tanda-tanda orang yang beriman itu, di sini kita simpulkan kepada tujuh macam tanda-tanda sangat cinta kepada Allah SWT:
1.      Apabila disebut nama Allah bergetar hatinya. Ma’rifah/cinta kepada Allah SWT. aqidah yang kuat dan tauhid yang benar.
2.      Apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambah-tambah imannya.
3.      Tawakkal dalam pengertian berserah diri setelah berdaya upaya secara maksimal.
4.      Mendirikan shalat yang khusyu mengerjakan shalat dengan rohani dan jasmani.
5.      Menafkahkan sebagian harta yang dianugerahkan Allah kepada orang yang berhak menerimanya.
6.      Orang yang benar imannya apabila mendapat nikmat mereka bersyukur kepada Allah.
7.      Apabila mendapat musibah mereka bersabar/tidak keluh kesah, tahan banting.

C.    Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual (bahasa Inggris: intelligence quotient, disingkat IQ) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia kronologis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_intelektual )
Berbicara mengenai intelegensi biasanya dikaitkan dengan kemampuan untuk pemecahan masalah, kemampuanuntuk belajar, maupun kemampuan untuk berfikir abstrak. Pendapat Stern yang dimaksuddengan inteklegensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakanalat-alat berpikir menurut tujuannya.
Kecerdasan ini ditemukan pada sekitar tahun 1912 oleh William Stern. Digunakan sebagai  pengukur kualitas seseorang pada masanya saat itu, dan ternyata masih juga di Indonesia saat ini. Bahkan untuk masuk ke militer pada saat itu, IQ lah yang menentukan tingkat keberhasilan dalam penerimaan masuk ke militer. Kecerdasan ini terletak di otak bagian Cortex (kulit otak). Kecerdasan ini adalah sebuah kecerdasan yang memberikan kita kemampuan untuk berhitung,  bernalogi, berimajinasi, dan memiliki daya kreasi serta inovasi. Atau lebih tepatnya diungkapkan oleh para pakar psikologis dengan ³What I Think. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Imran [3]: 191
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”
Akal yang berpusat diotak (al-demagh) adalah komponen yang ada dalam diri manusia yang memiliki kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar. Setelah memperoleh maupun menyimpan ini berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain, bergantung kepada wadah kognitif yang dimilki seseorang.

Digambarkan secara sinpel oleh ahli psikologi Seto Mulyadi  bahwa ada manusia yang berwadah kognitif sebesar gelas kecil ada yang besar gelas besar, ada  pula yang sampai sebesar danau. Semakin besar wadah kognitif, semakin banyak pengetahuan yang dapat diserap dan disimpan dalam kognitif orang tersebut. Otak manusia tidak bekerja seperti media audio atau video tape recorder, yang mampu merekam seluruh informasi secara utuh. Ketika menerima informasi otak tidak langsung merekam, tapi mempertanyakan lebih dulu, ia akan memproses dan mengolahnya. Untuk memperoleh dan mengolah informasi secara efektif, otak perlumelaksanakan refleksi baik secara internal maupun secara eksternal.
Cara berfikir otak kanan dan otak kiri masing-masing belahan bertanggung jawab terhadap cara  berfikir dan mempunyai spesialsiasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada  beberapa persilangan dan interaksi antar keduanya. Proses berfikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional (membaca, menulis, simbolisme dsb). Cara berfikir otak kanan  bersifat acak tidak teratur, intuitif dan holistik (perasaan, emosi, perasaan, pengenalan bentuk dan pola, visualisasi dsb) Jika menurut bentuknya kecerdasan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Intelektual (intelegensi) praktis, yakni intelegensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang sulit yang berlangsung secara cepat dan tepat 
b. Intelektual (intelegensi) teoritis, yakni intelektual (intelegensi) dalam rangka mendapatkan  pemikiran-pemikiran penyelesaian masalah dengan cepat dan tepat.

Kecerdasan intelektual dapat dilihat dari kemampuan seseorang memandang masalah secara ilmiah, logis dan menyususun rumusan problem solving berdasarkan teori. Hanya saja orang yang cerdas secara intelektual terkadang terkesan kepada logika yang tidak relevan dengan  problem solving itu sendiri. Ia puas dengan analisa yang masuk akal dan bangga dengan kereterianya kepada kaidah keilmuan.

D.    Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai,mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya.Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasiakan suatu hubungan.  Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ).Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.
Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasan_emosional )
Pertama kali digagas oleh Danar Zohar dan Ian Marshall, masing-masing dari Harvard University dan Oxford University. Dikatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya Kecerdasan ini terletak dalam suatu titik yang disebut dengan God Spot. Mulai populer pada awal abad 21. Melalui kepopulerannya yang diangkat oleh Danar Zohar dalam bukunya Spiritual Capital dan berbagai tulisan seperti The Binding Problem karya Wolf Singer. Gejala perasaan tergantung pada: Keadaan jasmani, Pembawaan, Keadaan yang dapat mempengaruhi perkembangannya (Keluarga, Lingkungan social,pendidikan jasmani, dsb)
Perasaan dapat dibagi dua kelompok yaitu:
a. Perasaan jasmani atau biologis (penglihatan, pengecapan, pendengaran dsb). 
b. Perasaan rohani (perasaan ketuhanan, kesusilaan, harga diri dsb)
Kecerdasan Emosional (Perasaan) „kalbu‟ menjadi pusat kesadaran moral. Ia memilki kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk serta mendorong manusia memilih hal yang  baik dan meninggalkan yang buruk. Kecerdasan emosi ini menekankan tentang bagaimana seseorang mampu menjalin hubungan baik dengan orang lain, menanamkan rasa empati, juga  bagaimana cara mengalahkan emosi dengan cara memotiasi diri.
“Dan orang-orang beriman mendapat petunjuk dari Allah melalui hatinya” (QS. At-Taghabun [64]: 11)
Didalam Islam hal-hal yang berhubungan kecakapan emosi dan spiritual konsistensi (istiqamah),

Kerendahan hati (tawadlu), berusaha dan berserah diri (tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas (kaffah), keseimbangan (tawazun), integritas dan penyempurnaan (ihsan) semua itu dinamakan akhlakul karimah. Dalam kecerdasan emosi, itulah yang dijadikan sebagai tolak ikur kecerdasan emosi (EQ) hal ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW emapat ratus tahun yang lalu. Setidaknya ada 5 unsur yang membangun kecerdasan emosi, yaitu:
1. Memahami emosi-emosi sendiri
2. Mampu mengelola emosi-emosi sendiri
3. Memotivasi diri sendiri
4. Memahami emosi-emosi orang lain
5. Mampu membina hubungan sosial
Kalbu “Kecerdasan Emosional (Perasaan)” berkemampuan memberikan jawaban kebajikan ketika seseorang harus memutuskan sesuatu yang sangat penting. Setiap menyuruh seseorang  berbuat kebajikan seperti menyuruh untuk bersabar, dermawan, bersyukur, ialah kalbunya dan perilaku. Bila seseorang memilki kalbu yang baik maka ia akan cendrung berbuat  positif lebih besar. Kalbu juga mempunyai untuk berlapang dada. Manusia memilki tingkat kelapangan dada yang berbeda-beda. Semaikin tinggi tingkat kelapangan dada seseorang, semaikin mampu ia menerima realitas yang beragam, termasuk yang tidak menyenangkan. Tugas manusia adalah melakukan upaya agar kelapangan dada yang ada dalam jiwanya erus bertambah. Cara-cara berlapang dada adalah keimanan yang secara konkrit dapat ditingkatkan dengan  banyak berdzikir

E.     Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual (bahasa Inggris: spiritual quotient, disingkat SQ) adalah kecerdasan jiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.
SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna.
Kecerdasan spiritual (SQ) erat kaitannya dengan keadaan jiwa, batin dan rohani seseorang. Ada yang beranggapan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan tertinggi dari kecerdasan lain seperti kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emsoional (EQ). Hal ini dikarenakan ketika orang sudah memiliki kecerdasan spiritual (SQ), orang itu mampu memaknai kehidupan sehingga dapat hidup dengan penuh kebijaksanaan.
Pengertian kecerdasan spiritual (SQ) sendiri adalah kemampuan jiwa yang dimiliki seseorang untuk membangun dirinya secara utuh melalui berbagai kegiatan positif sehingga mampu menyelesaikan berbagai persoalan dengan melihat makna yang terkandung didalamnya. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) akan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan melihat permasalahan itu dari sisi positifnya sehingga permasalahan dapat diselesaikan dengan baik dan cenderung melihat suatu masalah dari maknanya.
Orang melakukan berbagai macam cara agar bisa memenuhi kebutuhan spiritualnya. Banyak orang yang melakukan kegiatan sosial seperti menyantuni anak yatim demi memuaskan rohani atau spriritualnya. Namun tak jarang juga orang melakukan meditasi, yoga maupun dengan melakukan introspeksi diri sendiri Agar menemukan jati diri dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik sehingga dapat menemukan makna hidup sebenarnya.
Kecerdasan spiritual (SQ) nampak pada aktivitas sehari-hari, seperti bagaimana cara bertindak, memaknai hidup dan menjadi orang yang lebih bijaksana dalam segala hal. Memiliki kecerdasan spiritual (SQ) berarti memiliki kemampuan untuk bersikap fleksibel, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian dalam hidupnya sehingga mampu menjadi orang yang bijaksana dalam hidup.
Kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik akan ditandai dengan kemampuan seseorang untuk bersikap fleksibel dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, memiliki tingkat kesadaran yang tinggi, mampu menghadapi penderitaan dan rasa sakit, mampu mengambil pelajaran yang berharga dari suatu kegagalan, mampu mewujudkan hidup sesuai dengan visi dan misi, mampu melihat keterkaitan antara berbagai hal, mandiri, serta pada akhirnya membuat seseorang mengerti akan makna hidupnya.
Orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) akan cenderung menjadi orang yang bijaksana dengan pembawaan yang tenang, memandang segala sesuatu dari sisi positif dan mampu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan bijaksana. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) cenderung tidak terlalu memikirkan materi, yang menjadi tujuan hidup mereka adalah bagaimana membuat jiwa dan rohani bahagia dengan selalu berbuat baik kepada setiap orang.

F.     Manifestasi Iman dalam Kecerdasan IESQ
Tinggi atau rendahnya IQ seseorang berhubungan dengan keimanannya. Karena jika seseorang yang memiliki keimanan yang tinggi maka dapat memberikan kebutuhan mental orang tersebut. Seseorang yang beriman juga mempunyai kemampuan menalar yang tinggi, merencanakan sesuatu dengan baik, memecahkan masalah yang ada pada dirinya dan lain-lain. Karena orang yang beriman memiliki ketenangan, memikirkan masalahnya dan menyerahkan masalahnya kepada Allah S.W.T
Selain keimanan berdampak pada IQ seseorang, keimanan juga berkaitan pada kecerdasan emosional seseorang. Hal tersebut senada dengan pandangan Ary Ginanjar bahwa kecerdasan emosional dan keimanan semestinya tidak boleh dipisahkan karena kecerdasan emosional yang tidak dibarengi keimanan akan menyebabkan manusia menjadi sesat dan spekulatif. Oleh karenanya mengabaikan potensi kecerdasan spiritual, akan membawa masalah di kemudian hari.
Kecerdasan emosional bawaan bisa berkembag atau rusak, hal ini tergantung pada pengaruh yang diperoleh anak dimana kecil atau remaja. Pengaruh ini bisa datang dari orang tua, keluarga atau sekolah. Anak melalui hidupnya dengan potensi yang baik untuk perkembangan emosinya, hanya saja pengalaman emosi yang dialaminya di lingkungan anarkis atau tidak bersahabat menyebabkan grafik perkembangan EQnya menurun. Sebaliknya, bisa saja seorang anak mempunyai EQ bawaan yang rendah, namun Eqnya ini bisa berkembang dengan baik, jika ia dididik dengan baik melalui pengalaman-pengalaman emosional yang ramah dan bersahabat. Perilaku emosi cerdas yang diperlihatkan lingkungannya menyebabkan grafik Eqya menjadi tinggi. Jika seseorang yang memiliki keimanan yang tinggi, makan akan memiliki EQ yang tinggi juga. Karena seseorang yang beriman lebih mampu untuk menahan emosinya. Seseorang yang beriman memiliki sifat sabar sehingga bisa menetralisir emosinya dan mengerti emosi orang lain.
Kecerdasan spiritual dapat juga dikatakan sebagai kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas. Pada dasarnya anak dilahirkan dalam keadan suci, ia memilikikecenderungan dasar pada kebajikan, dimana sadar ataupun tidak, sebagai manusia seorang anak juga merindukan, tercapainya kebermaknaan spiritual melalui hubungan dengan yang Maha Kuasa, sehingga jelas bahwa anak juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan spiritualnya agar mampu berkembang menjadi manusia sempurna. selain itu anak juga dianugerahi akal, agar mampu memahami dunianya, dan keagungan Tuhan, diberikan hati agar mampu menerima cahaya kebenaran dan iman, diberikan berbagai nafsu, serta ditiupkan ruh dimana Allah mengambil kesaksian padanya tentang ke-Esa-an Illahi.
Cara membangun kecerdasan spiritual serta bagaimana mengaktualisasikannya beradasarkan enam rukun iman dan rukun Islam. Salah satu rukun Islam yang pertama adalah syahadat. Syahadat berfungsi sebagai “mission statement”, sedangkan rukun Islam yang kedua adalah puasa. puasa sebagai “self controlling”, serta zakat dan haji sebagai peningkatan “sosial intelligence” atau kecerdasan sosial. Islam menuntut penganutnya agar senantiasa melaksanakan rukun Islam secara konsisten dan kontinyu. Ini merupakan bentuk training sepanjang hidup manusia. Di sinilah pembentukan dan pembinaan kecerdasan emosional dan spiritual yang sempurna.
Setelah mental terbentuk, dilanjutkan dengan langkah-langkah pembentukan “mission statement” melalui dua kalimat syahadat, kemudian pembangunan karakter melalui shalat lima waktu sehari semalam, pengendalian diri melalui puasa. Kemudian pembentukan kecerdasan sosial melalui zakat dan haji. Semua itu merupakan struktur sistem pembinaan dengan strategi dan metode training yang ideal. Pembinaan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara proses pengaktualisasian potensi diri manusia secara totalitas. Potensi luhur diri manusia yang bersumber dari ruh dan fitrah Allah, inilah inti ibadah. Pengaktualisasian potensi ruh mewujudkan fungsi khalifah dan aktualisasi potensi fitrah mewujudkan fungsi ibadah. Di mana ibadah dapat menjadikan jiwa menjadi tenang dan tentram dan di mana aktivitas pendidikan hamba Allah tetap akan menjadi ibadah, bukan malah sebaliknya menjadi aktivitas yang jauh dari nilai-nilai relegiusitas serta nilai-nilai keagamaan.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Orang yang beriman kepada Allah SWT, hidupnya selalu beruntung dan tidak akan pernah merugi. Allah menjamin orang orang yang beriman akan selalu diberi kemudahan didalam menghadapi segala persoalan dalam hidupnya. Setiap persoalan yang dihadapi orang yang beriman, Allah akan menunjukkan jalan keluarnya serta mengentasnya dari kesulitan kepada kemudahan. Jadi jelaslah bahwa Iman merupakan satu satunya jalan kita untuk lebih dekat dengan Allah.
Allah SWT berfirman:
Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiaran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati.” (Al An’am 48 ).

Tinggi atau rendahnya keimanan seseorang berpengaruh pada kecerdasan IESQ nya, semakin tinggi tingkat keiman seseorang maka semakin tinggi pulan kecerdasana IESQ nya. Seseorang yang memiliki tingkat keimanan tinggi akan lebih mudah menyelesaikan masalahnya kareana ia bersikap tenang dan percaya Allah selalu membantunya. Seseorang yang memiliki tingkat keimanan yang tinggi lebih dapat mengontrol emosinya, lebih memahami emosi orang lain karena orang yang beriman memiliki sifat sabar seperti yang diajarkan oleh Islam. Seseorang yang memiliki tingkat keimanan yang tinggi juga memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Karena melaksanakan rukun iman dan rukun islam merupakan salah satu latihan untuk meningkatkan kecerdasan spiritual.


DAFTAR PUSTAKA
Triantoro safari, spiritual intelegence, (Yogyakarta, graha ilmu, 2007) ,
Labay, Mawardi, Iman Pengaman Dunia,(jakarta: Al Mawardi Prima,2000)
Sabiq, Sayid, Aqidah Islam,(Bandung: cv. Diponegoro, 1999)
Yazdi, Muhammad Taqi Mishbah, Iman Semesta, (jakarta: Al Huda 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar