Daftar Blog Saya

Rabu, 07 Februari 2018

Wedi Ombo, Pantai yang Mampu Menghipnotis Wisatawan


Tecermin dari namanya, Daerah Istimewa Yogyakarta benar-benar dipandang istimewa oleh para turis domestik maupun lokal. Provinsi ini dikenal sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan pariwisata. Objek wisata di provinsi ini sangat beragam, mulai dari candi, pantai bahkan objek wisata edukasi. Berbicara mengenai pantai, DIY merupakan provinsi yang kaya akan objek wisata pantai. Ratusan pantai terbentang di DIY bagian Selatan, tepatnya daerah Bantul hingga ujung Gunung Kidul.

Pantai dapat dikatakan objek wisata buruan para pelancong. Berbagai pilihan pantai yang mengagumkan ditawarkan oleh Provinsi ini. Salah satu pantai yang dikenal yaitu Pantai Wedi Ombo yang terletak di Desa Jepitu, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul.  Pantai ini merupakan salah satu pantai terujung  di Tenggara Wonosari.  Berjarak 77km dari pusat Kota Yogyakarta, lokasi dapat ditempuh selama 2 jam 15 menit dengan kendaraan pribadi.

Wedi Ombo menawarkan berbagai kegiatan air seperti memancing, berenang di spot kolam renang alami serta snorkeling.  Keindahan pantai ini mampu menghipnotis para turis agar betah berlama-lama di tempat ini, Sungguh ini merupakan salah satu bentuk anugerah Tuhan.
Wedi Ombo termasuk dalam gugusan pantai yang terletak di ujung timur dan hampir berbatasan dengan pantai yang terletak di Kabupaten Wonogiri.  Dalam bahasa Indonesia, Wedi Ombo memiliki arti pasir yang luas. Ini sesuai dengan keadaan pantai ini yang mempunyai pasir pantai yang putih dan luas terhampar mengikuti panjang pesisir.

Rasanya saya sangat egois jika tidak berbagi pengalaman mengunjungi Wedi Ombo. Dengan tujuan dapat menjadi refrensi, saya akan berbagi pengalaman saya. Saya mengunjungi Wedi Ombo September 2016 lalu. Ketika itu saya bersama tiga kawan berangkat dari Sleman pukul 13.00 WIB dengan mengendarai sepeda motor.  Perjalanan panjang kami tempuh untuk melihat salah satu keindahan yang Tuhan ciptakan. Perjalanan kami melewati Bantul, Gunung Kidul hingga Wonosari. Cuaca saat itu sedang hujan sehingga kami melakukan penundaan perjalanan di Gapura Gunung Kidul.  Medan yang kami lewati untuk mencapai Wonosari memiliki banyak tanjakan dan turunan ditambah keadaan jalan yang licin menuntut kami untuk lebih berhati-hati.
Sesampainya di daerah Wonosari kami melaewati jalanan dengan pemandangan ladang dan perkebunan nan asri. Udara masih segar tak terkontaminasi polusi. Sawah-sawah masih terhampar luas selama perjalanan. Tak jarang kami masih bertemu dengan para petani dan pekerja perkebunan yang hilir mudik di daerah tersebut. Kira-kira pukul 15.30 WIB kami tiba di destinasi tujuan kami. Tanpa berpikir panjang, saya yang sangat mengagumi air, langsung menghampiri bibir pantai dan menceburkan diri ke pantai. Pemandangan yang sangat jarang saya temukan di Kota Tangerang Selatan. kehausan saya akan pantai sangat terpuaskan dengan pantai ini. Ombak yang datang dan pergi, pasir bersih yang menggoda untuk disentuh serta jutaan batu karang yang beraneka bentuknya.  Sayangnya, cuaca sedang tidak cerah sehingga hasil foto kurang maksimal, namun begitu kepuasan di hati sangat terpenuhi.


Walaupun pantai mengagumkan ini terletak begitu jauh dari pusat kota Yogyakarta, namun kelelahan akan perjalanan terbayarkan sudah. Suatu saat, saya akan berkunjung kembali ke Pantai Ini. Bagi teman-teman pelancong yang berencana mengunjungi pantai, Wedi Ombo dapat dijadikan refrensi pantai yang worth it untuk dikunjungi.






Senin, 05 Februari 2018

Jangan Tertipu dengan Penampilan Bioskop di The Breeze







Halo.. selamat datang kembali di blog aku.. blog yang belum terarah genrenya. Kali ini aku mau cerita tentang bioskop yang masih terbilang baru di kalangan Tangerang atau Tangerang Selatan. Aku bakalan cerita tentang bioskop di The Breeze BSD.
Waktu itu aku lagi pengin banget nonton Dilan, secara aku udah baca 3 novel Dilan dan menjadi penasaran sama filmnya. Lalu aku coba browsing mengenai bioskop di sekitar Tangerang Selatan. Ketika sedang melihat detail bioskop, mata aku langsung tertuju ke The Breeze karena aku fikir The Breeze belum ada bioskop. Dengan pertimbangan jarak dan harga tiket yang murah, aku mutusin untuk nonton Dilan di The Breeze. Harga tiket nonton di The Breeze Rp.30.000, cukup murah dibanding bioskop yang lain. Dengan harga segitu, ekspektasi aku terhadap bioskop di The Breeze mungkin seperti bioskop-bioskop di mall lain yang harganya satu frekuensi.
Tiba harinya aku menyambangi XXI The Breeze. Aku tiba di The Breeze sekitar pukul 14.30 WIB dan agak bingung untuk cari parkirnya. Akhirnya setelah 10  menit, aku tiba di parkiran. Sejujurnya saat itu aku ga tau letak bioskopnya di mana. Dari parkiran aku coba ikuti jalan dan tidak jauh aku menemukan gedung cukup besar bertuliskan “XXI IMAX”. Kesan pertama yang aku dapat dari gedung bioskop ini yaitu mewah sekali. Dengan perbandingan harga, ini benar-benar mewah sekali. Kemudian aku masuk gedung dengan disambut petugas yang membuka pintu. Awalnya aku takut jika aku salah gedung, aku pikir mungkin ini bioskop yang mahal. Kemudian aku duduk di kursi tunggu sekitar 10 menit, kemudian aku membeli tiket dan benar, harga tiket tertera seperti di web.
Sembari menunggu film mulai, aku coba berkeliling gedung bioskop dan mencoba toilet di bioskop ini. Toiletnya sangat bersih dan terdapat banyak slot toilet. Sabun di wastafel toilet ini sudah modern sekali yaitu dengan sensor.
Intinya, bioskop di The Breeze ini statusnya berada di atas status nyaman. Bioskop ini terkesan eksklusif, dengan satu gedung besar tersendiri. Untuk teman-teman yang senang makan, jangan khawatir karena di bioskop ini tersedia resto atau kafe yang menyajikan aneka makanan dan minuman. Terakhir dari aku, bioskop ini worth it banget dan next aku akan jadiin bioskop ini sebagai pilihan pertama untuk nonton.

Jangan Tertipu dengan Penampilan Mewah Bioskop The Breeze, karena dibalik kemewahan gedung, bioskop ini menawarkan tiket yang murah. J

Selasa, 16 Januari 2018

First Trip Traveling Seorang Diri

Selamat datang (kembali) di blog gue!
Kali ini gue lagi insom, sekarang sudah jam 4 AM dan gue belum ngantuk. Setelah berguling-guling di tempat tidur, tiba-tiba gue ngecek galeri HP dan mata gue langsung tertuju di folder “JOGJA 20-25 MARET” dengan cover album kaki gue yang lagi selonjoran di bangku kereta. Gue buka foldernya dan tadaaaaa!! Langsung flash back deh gue sama first trip gue itu. Jadi gue memutuskan untuk menulis blog yang akan berbagi pengalaman ngetrip gue seorang diri. Oke, mulai ya..

Gue punya temen deket, deket banget malah.. dia cewek, satu SMP sama gue dan SMA kita pisah kemudian dia lanjutin kuliahnya di Sanata Dharma University Jogja. Selama dia di Jogja, dia selalu nyuruh gue samperin dia dan tanggepan gue itu, “ngga berani ah gue, apalagi naik kereta sampe lama gitu.”. Gue sih udah sering banget tanya dia kalo ke Jogja naik kereta berapa jam dan kalau naik bis berapa jam. Setelah denger durasinya, gue langsung males deh..

Suatu hari, gue iseng aja buka web PT.KAI dan ngecek kereta ke Jogja. Sumpah di situ gue bener-bener iseng doang tanpa ada niat sedikitpun buat ke Jogja. Gue juga belum punya tabungan buat traveling. Waktu gue liat tiket Jogja, ada kereta yang harganya Rp. 75.000 dan gue langsung berpikir, “why not ?” di sini gue merasa random banget. Terus gue langsung cari-cari tanggal yang masih ada tiket tersisa nya, ngga lupa tanggal buat balik dari Jogja, pilih tanggal juga random, ngga pake weton atau perhitungan hari baik. Setelah pilih-pilih tanggal, akhirnya gue memutuskan untuk berangkat tanggal 20 dan pulang tanggal 25 Maret 2016.

Selepas dapet tanggal baik buat ke Jogja, gue langsung bilang ke nyokap, “Mah aku tanggal 20 ke Jogja yaa..” nyokap kaget dan tak bisa berkata-kata (lebay) ya pokoknya nyokap masih ragu lah yaa dan suruh gue bilang sama bokap. Di luar ekspektasi gue, gue kira bokap bakalan nanya panjang sepanjang bon belanjaannya para shopaholic, kenyataannya bokap Cuma nanya berangkat tanggal berapa dan perlu duit berapa. Gue bilang aja, ongkosin aja tiga ratus ribu, entar kalo di sana kehabisan uang transferrin aja. Sesungguhnya itu adalah jawaban teraman biar diizinin. Coba kalo gue langsung bilang butuh gopek atau sejeti, pasti gak diizinin. Perkara di sana nanti, kalo kurang duit minta transfer aja, ngga mungkin toh bokap tega kalo anaknya luntang-lantung di tanah wakaf eh tanah rantau..

Berbekal duit dari bokap, gue langsung ke Indomaret buat beli tiket. Kenapa gue ngga beli di PT.KAI, soalnya setau gue PT.KAI pembayaran harus transfer sedangkan ATM gue lagi kosong saat itu. Setelah sampe di Indomaret, gue bilang mau beli tiket kereta ke mbak-mbak kasir terus doi nanya tujuan dan tanggal terus langsung kasih gambar denah tempat duduk buat gue pilih. Gue memutuskan untuk duduk di window pulang dan pergi. Pulang dari Indomaret gue langsung kirim foto bukti pembayaran tiket kereta ke sahabat gue yang di Jogja itu. Dia kaget  dan excited. Berhubung temen gue itu di Jogja ngekost, jadi aman lah yaa urusan tempat tinggal gue selama di Jogja.

Selang seminggu atau dua minggu (gue lupa, maap yee labil) dari gue beli tiket itu, akhirnya tiba saatnya gue berangkat. Perasaan gue saat itu campur aduk. Seneng iya, degdegan iya, takut sedikit. Perlu diketahui dan diulang-ulang, ini adalah trip pertama gue keluar Tanah Sunda dan gue melakukannya sendiri. Gue pilih kereta Progo dengan jadwal keberangkatan dari Pasar Senen pukul 22.30. Sangking excitednya, gue berangkat dari rumah abis maghrib! Coba lu bayangin, abis maghrib gue jalan sedangkan kereta gue berangkat jam 22.30, berapa lama gue nunggu di Pasar Senen? Fyi, sehari sebelum keberangkatan gue sempet ngga enak badan kayak masuk angina+sedikit diare, mungkin gue nervous. Gue berangkat dari rumah dengan membawa satu ransel berisi baju dan tas selempang untuk barang-barang kecil kayak dompet, hp, charger, powerbank dll. Ransel gue itu padet banget, iya lah baju buat 5 hari gue masukin ke ransel kuliah gue. Gue berangkat dari rumah dianter bokap sampe Stasiun Serpong, lanjut gue naik commuter line sampe Tanah Abang. Berhubung gue orangnya mageran dan udah ngga sabar buat pergi jauh, dari Tanah Abang gue naik ojol sampe Pasar Senen.

Setelah turun dari ojol, gue PD aja tuh masuk Stasiun Pasar Senen padahal gue ngga tau gue musti ngapain. Waktu jalan di lorong, gue ngeliat vending mechine yang lagi diantre in banyak orang. Gue nanya aja deh ke petugas, ternyata itu mesin yang ngeluarin tiket a.k.a mesin cek inl. Caranya, di layar si mesin  ketik kode booking yang tertera di bon pembayaran tiket indomaret dan kemudian tiket beneran terbit!! Gue langsung cetak tiket pergi dan pulang. Setelah gue cetak tiket, gue nunggu kereta di ruang tunggu. Gue liat jam dan itu baru jam setengah sembilan malem -______- sumpah gue bĂȘte dan gelisah banget nunggu. Gue nunggu sambil nyapa sebelah gue, mbak-mbak gitu, muka dan dialegnya Jawa dan dia juga naik progo. Di situ gue tau gue harus bergantung sama siapa. Gue lupa gue nunggu kereta sambil ngapain, tiba-tiba udah jam sepuluh aja dan speaker berbunyi pengumuman bagi penumpang Kereta Progo sudah boleh masuk ke peron. Dengan modal ikutin mba-mba tadi, gue pun bergegas. Di gerbang masuk, harus tunjukkin tiket dan ID card (KTP atau SIM). Gue sama si mba ada di gerbong yang sama tapi tempat duduk jauhan. Setelah duduk di kereta, gue pun mulai tenang. Btw, format bangku kereta nya 3-2 dan gue kebagian dengan 3 kursi penumpang.

Ngga nunggu lama, hal yang gue tunggu tiba juga, kereta gue jalan!! Lalu di situ gue panik sendiri, takut-takut ada barang penting yang ketinggalan. Lah kalo ada obat atau duit gue ketinggalan gimana -____- dan syukurnya ngga ada yang ketinggalan. Di kereta gue ngga berhenti kontekan sama sahabat gue dan orang rumah. Terus kira-kira jam 2 AM gue ketiduran dan sesekali bangun kemudian tidur lagi. Jam 6 AM gue beneran bangun gara-gara hp gue jatuh dari tangan gue, reflek dong gue bangun dan nundukin kepala gue buat cari hp di kolong bangku, dan aaakhhh syalaaan.. kepala gue kejedot meja kecil yang ada di tengah-tengah bangku. Lebih sialnya lagi, orang yang berhadapan sama gue lagi posisi melek alias ga tidur. Keliatan banget dia nahan tawa dan gue sok-sok majang muka bantal biar ga malu-malu banget. Jam setengah tujuh, hawa-hawa Jogja udah mulai kerasa. Gue ngeliat anak-anak sekolah pada berangkat naik sepeda, gue ngeliat sawah hijau yang jarang banget gue liat sebelumnya. Gue berusaha menyadarkan diri bahwa gue berhasil pergi ke Jogja  sendiri.

Sekitar jam 7 AM, kereta gue berhenti di pemberhentian terakhir sekaligus Stasiun Tujuan gue yaitu “Stasiun Lempuyangan”. Ngga lama, temen gue dateng buat jemput gue dan kita langsung ke kosan nya.

Seru ngga seru sih ya cerita gue, tapi kalo ngalamin sendiri pasti bakalan membekas di hati eaaaaaaakkkk.. next tulisan, gue mau nulis tentang :
1.       Destinasi yang gue datengin di Jogja
2.       Tips Treveling Sendiri untuk Pertama Kali

Tunggu yaa wishlist tulisan-tulisan itu ngga lama bakal jadi tulisan beneran kok.. 

Minggu, 14 Januari 2018

Apa yang Kalian Lakukan Apabila Mendapat Driver Ojol Seperti Ini?

Ojek online atau biasa disebut ojol bukan hal yang asing lagi di Indonesia, terlebih di kawasan Ibu Kota. Maraknya ojek online disambut baik oleh para masyarakat yang kini menjadi customer. Di Jakarta sendiri, tersebut tiga perusahaan ojek online yang memiliki nama besar dengan cutomer yang besar pula.
Ojek online dinilai lebih aman dibanding ojek konvensional baik dari segi harga ataupun kevalidan driver. Ini karena semua data baik driver, harga maupun data customer tertera dalam sistem aplikasi. Akan tetapi, sebagai customer hendaknya berhati-hati dengan oknum driver yang “nakal”.
Dalam tulisan kali ini, saya  akan bercerita mengenai pengalaman saya mengenai driver yang sedikit nakal. Mungkin sebagian orang yang membaca tulisan saya akan merasa saya sangat berlebihan, tetapi ini bentuk usaha saya menghindari kenakalan driver yang lebih parah.  
Saya sudah menjadi pelanggan tiga merek ojek online sejak 2015. Secara random saya menggunakan tiga merek tersebut. Hal yang pertama saya pertimbangkan untuk menggunakan merek yang mana, yaitu dari segi harga.  Secara keseluruhan, saya merasa nyaman akan transportasi tersebut.
Suatu Minggu di sebuah stasiun di Jakarta, saya mengorder ojek online dengan tujuan ke suatu labolatorium klinis untuk menghadiri sebuah acara. Sejujurnya, saya tidak mengenal daerah tersebut dan jalanan stasiun itu terbilang sepi. Saya mengorder salah satu merek ojek online, sesaat kemudian, seorang driver menerima order saya. Kemudian, beberapa detik sang driver menghubungi saya melalui fitur chat aplikasi tersebut, isi chatnya “di mana sayang”.  Membaca chat tersebut merasa saya sangat tidak nyaman dan takut. Kemudian saya membatalkan orderan tersebut. Sesaat kemudian, saya mengorder ojek online dengan merek yang sama. Alasan saya mengorder merek yang sama karena saat itu tarif ojek online ini lebih murah dibanding dua pesaingnya. Tidak lama kemudian, saya mendapatkan driver dan ternyata driver yang sama dengan sebelumnya. Saat itu saya sedang terburu-buru dan melanjutkan orderan. Tak lama kemudian sang driver menchat saya. Begini percakapannya.
Driver : di mana? (datar, dan terkesan ketus karena tidak ada kata sapaan etc  mba atau bu. Mungkin karena dia kesal orderan sebelumnya saya batalkan)
Saya     : di alf*mar* stasiun ******
Driver  : sendiri  kan?
Di situ saya mulai curiga bercampur rasa takut karena saya tidak mengenal daerah tersebut dan saya sedang sendirian. Tanpa pikir panjang, saya langsung membatalkan kembali orderan lalu saya lari dari lokasi yang saya berikan pada driver tersebut. Saya takut jika driver tersebut benar menghampiri saya. Sambil berjalan ke arah lain, saya mengorder ojol dari merek yang berbeda. Kemudian sekitar 10 meter saya jalan, tiba-tiba ada yang memanggil saya dan ternyata itu driver baru dari merek ojol yang terkahir saya order. Setelah pergi dari tempat tersebut saya baru merasa aman.
Jika saja, saat itu saya tidak sendiri dan berada di daerah yang saya kenal, saya akan terus meladeni chat sang driver nakal untuk mengetahui maksud dan tujuan dia menchat saya seperti itu.
Di sini saya tidak menyalahkan salah satu, salah dua ataupun salah tiga perusahaan ojek online. Saya menyayangkan sikap driver yang seperti itu yang dapat menjelekkan citra buruk ojek online di kalangan masyarakat. Percayalah bahwa ojek online pastinya memiliki SOP dan peraturan yang diberlakukan kepada driver. Pada dasarnya, hal seperti ini hanya cerminan dari sang driver bukan perusahaan tempat Ia bekerja. Pada nyatanya, hampir semua driver bersikap sangat sopan dan tidak menyalahi aturan perusahaan.
Bagi teman-teman pembaca, hendaknya selalu waspada terhadap oknum seperti ini. Apabila ada perkataan driver yang tidak membuat nyaman dan hendaknya segera batalkan orderan. Terlebih jika kalian di tempat baru dan sedang seorang diri tanpa ada orang yang kalian kenal.